Rubrik Eceran Sayang*

Andreas Brehme saat melakukan tendangan pinalti ke gawang (Sumber foto: Google)

Andreas Brehme saat melakukan tendangan pinalti ke gawang Goycochea (Sumber foto: Google)

Belum pernah saya membaca tulisan dari Remy Sylado yang menyinggung soal olahraga. Terlebih lagi sepakbola.  Saya mengenal sepakbola tidak dari orangtua, tetapi dengan langsung menendang bola plastik di halaman rumah, sewaktu saya berumur tujuh tahun. Di kemudian hari barulah saya tahu itu ternyata olahraga populer.

Artikel ini saya temukan pada sebuah majalah lama. Pada bulan tersebut memang sedang berlangsung perhelatan Piala Dunia 1990 di Italia. Majalah tersebut memuat laporan khusus tentang pagelaran akbar sepakbola tersebut di mana Jerman Barat tampil sebagai pemenang mengalahkan Argentina. Konon katanya, menurut kitab Wikipedia ini merupakan final yang tidak seru karena hanya sebiji gol.

Ah, tapi terlalu gampang menyebutkan pertandingan tidak seru meskipun hanya ada satu gol. Penonton yang menjadi saksi pertandingan tersebut bisa saja merasakan jantung yang berdegup tidak seperti biasanya. Begitu kencang sambil makan kacang. Lebih berbahaya lagi kalau sudah mengatakan jantungnya mau copot karena gol yang tercipta di penghujung babak kedua, tepatnya di menit 85. Karena terlalu bersorak gembira pendukung Jerman jantungnya bisa copot. Terlalu bermuram durja pendukung Argentina juga tidak sadar kalau jantungnya sudah copot bersama pluit, saat wasit meniup sebagai tanda pertandingan berakhir. Yang namanya terlalu memang cukup bahaya juga. Read the rest of this entry »